TUGAS 7 IBD UG

A.  Pengertian Kebudayaan
Untuk memahami Kebudayaan maka kita perlu memahami apa itu Kebudayaan. Kebudayaan itu ibarat sebuah lensa. Bayangkan saja jika Anda sedang menggunakan lensa untuk melihat sesuatu objek maka Anda akan melihat satu fokus tertentu, dari fokus itulah anda akan mendidik objek yang sangat tepat. Objek itu bisa manusia atau binatang, benda atau bahkan gagasan, termaksud gagasan tentang dunia sekeliling. Pertanyaan adalah apakah mungkin seseorang dapat melihat suatu objek tertentu secara lebih tajam tanpa menggunakan lensa? Tentu saja bisa, artinya dia akan memandang dunia apa adanya, artinya dunia sebagai fakta tanpa fokus tertentu. Tetapi, kalau kita memandang sesuatu dari sudut pandang kebudayaan maka kita menjadikan kebudayaan sebagai lensa artinya sebuah pandangan yang tepat, dan kebudayaan mengajarkan kepada kita untuk memandang sesuatu secara terfokus, secara tajam.
Betapa sering awam memberikan arti kebudayaan dengan cara yang sangat sederhana. Ada yang mengatakan kebudayaan itu merupakan seni, padahal patut diingat bahwa kebudayaan bukan sekedar sebuah seni saja, kebudayaan melebihi seni itu sendiri karena kebudayaan meliputi sebuah jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia. Kebudayaan itu mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Dengan kata lain, semua manusia merupakan aktor kebudayaan karena manusia bertindak dalam lingkup kebudayaan.
Saya akan mengutip beberapa definisi kebudayaan sebagai berikut: Pertama, Iris Varner dan Linda Bea Mer, dalam Intercultural Comunication in the Global Workplace, mengatakan Kebudayaan sebagai pandangan yang Koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang. Pandangan itu berisi apa yang mendasari kehidupan, apa yang menjadi derajat kepentingan, tentang sikap mereka yang tepat terhadap sesuatu, gambaran atau perilaku yang harus diterima oleh atau yang berkaitan dengan orang lain ( dikutip dari Noor Hayati Ismail, 2001)
Kedua, Kebudayaan dalam arti yang luas adalah perilaku yang telah tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial tidak sekedar sebuah catatan ringkas, tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial.
Ketiga, Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme itu adalah keterampilan kelompok, pengetahuan, sikap, nilai dan motif. Maka dari simbol simbol itu dipelajari dan disebar luaskan dalam masyarakat melalui institusi.


B.  Pengertian Agama   
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71)
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan  Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan diseberang sana.
Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan Allah” (Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam.
Sijabat telah merumuskan agama sebagai berikut:
“Agama adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi, 1985:75)
Uraian Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.


C.   Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187).
Lebih tegas dikatakan Geertz (1992:13), bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
D.  Agama-agama sebagai aset bangsa
Dari segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah aset bangsa, sebab agama-agama itu telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai warisan yang perlu dipelihara. Kalau pada waktu zaman lampau agama-agama bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman milenium ke 3 ini agama-agama perlu bersama-sama memelihara dan mengembangkan aset bangsa tersebut. Cita-cita ini barulah dapat diwujudkan apabila setiap golongan agama menghargai legacy tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya sebab kita tidak sadar tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan budaya Indonesia. Karena ketidak sadaran itu maka kita melecehkan suatu golongan agama sebagai golongan yang tidak pernah berbuat apa-apa. Kalaupun besar nilainya, tapi karena hasil-hasil itu bukan dari golonganku, maka kita merasa tidak perlu mensyukurinya. Lebih buruk lagi, jika ada yang berpenderian apa yang diluar kita adalah jahat dan patut dicurigai. Persoalan kita, bagaimana kita dapat menghargai monumen-monumen budaya itu sebagai milik bangsa, untuk itu kita perlu:
1.  Mengembangkan religius literacy
Tujuannya agar dalam kehidupan pluralisme keagamaan perlu dikembangkan religious literacy, yaitu sikap terbuka  terhadap agama lain yaitu dengan jalan melek agama. Pengembangan religious literacy sama dengan pemberantasan buta huruf dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini penganut agama buta huruf terhadap agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu diadakan upaya pemberantasan buta agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang sering tertutup dan fanatik tanpa menghiraukan bahwa ada yang baik dari agama lain. Kalau orang mengetahui agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang beragama dalam penyerahan diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap mengetahui agama ini membebaskan umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu dengan yang lain. Para pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan keselarasan tanpa bertendensi menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi Purnomo, 2003).
2.  Mengembangkan legacy spiritual dari agama-agama
Telah kita ungkapkan sebelumnya tentang  legacy spiritual dari setiap agama di Indonesia. Legacy itu dapat menjadi wacana bersama menghadapi  krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini. Masalah yang kita hadapi yang paling berat adalah masalah korupsi, supremasi hukum dan keadilan sosial. Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa setiap agama mempunyai modal dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut, tetapi belum pernah ada suatu wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu pendapat bersama yang bersifat operasional.
E.     Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan karena terdiri dari beberapa kepulauan dan berbagai aneka ragam budaya dan Agama.
Keagamaan dan Kebudayaan adalah dua hal yang sangat berbeda. Agama selalu dikatakan bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Alam Semesta beserta isinya, sedangkan kebudayaan itu produk manusia. Penggabungan kata agama dan kebudayaan, akan melahirkan agama kebudayaan dan kebudayaan agama. Keduanya sangat berbeda.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

F.     Sumber





Comments

Popular posts from this blog

Kasus Indisipliner Mamadou Sakho

Rusaknya Sumber Daya Alam Bumi (PLH UG)

Ekologi Dalam Alam Liar (PLH UG)